Lanjutan dari Masjid Canton dan Sejarah Islam di China
Seperti saya jelaskan sebelumnya, Islam pertama kali menjamah
dataran Tiongkok sejak era Dinasti Tang (618–907) yang kemudian
mengalami perkembangan signifikan pada masa Dinasti Song (960–1279).
Kelak kaum Muslim mengalami “masa kejayaan” pada era Dinasti Yuan (1271 –
1368) yang dikontrol oleh Mongol dan puncaknya pada masa Dinasti Ming
(1368–1644). Pada masa Dinasti Ming inilah hidup seorang legenda bernama
Laksamana Cheng Ho atau Zeng He yang dipercayai sebagai seorang Muslim
dan dikenal sebagai salah satu petualangan besar dunia.
Menurut
catatan (annals) dari Dinasti Tang, orang-orang Arab dan juga Persia di
Tiongkok dulu dikenal dengan sebutan Dashi (Tashi). Pada era Tang ini
banyak kerja sama politik, ekonomi, dan budaya digelar dengan “rezim
Islam” (baik Daulah Muawiyah maupun kelak Abbasiyah). Para tentara
Muslim dulu juga dikerahkan untuk membantu Kaisar Su-Tsung untuk melawan
kaum pemberontak yang ingin mengkudeta kerajaan di bawah pimpinan
Jenderal An Lushan.
Kelak, Daulah Abbasiyah juga membantu Tang
mengusir para pemberontak dari Tibet di Asia Tengah. Khalifah Harun
Al-Rashid dari Abbasiyah, seperti dicatat oleh Annals dari Dinasti Tang,
juga tercatat berali-kali mengirim utusan dan menjalin hubungan
diplomatik dan niaga dengan Tang, terutama melalui jalur maritim. Karena
intensitas perdagangan maritim yang tinggi antara Arab–Tiongkok inilah,
maka kelak Canton (atau “Khanfu” dalam Bahasa Arab), “kota pelabuhan”
di China Selatan dulu banyak dihuni kaum Muslim. Para sejarawan mencatat
ada sekitar 200,000 Muslim dari Arab maupun Persia di Canton kala itu.
Ketika Dinasti Song berdiri di awal abad ke-10, hubungan dengan Islam
Arab, Persia, dan Afrika Utara terus berlanjut bahkan semakin intensif.
Kaum Muslim di Tiongkok tinggal di kawasan khusus (settlement) yang
disediakan oleh pemerintah sejak Dinasti Tang, yang disebut Fan Fang.
Para sejarawan juga mencatat kaum Muslim memainan peran sentral di
bidang industri ekspor-impor pada zaman Dinasti Song. Sejarawan Dawood
Ting bahkan menulis kalau Direktur Jenderal urusan impor-ekspor ini
bahkan seorang Muslim. Kelak, Kaisar Shenzong dari Song juga
mendatangkan ribuan Muslim dari Bukhara (Russia) ke Tiongkok untuk ikut
membentengi China dari Kekaisaran Liao di Tiongkok utara. Kaum Muslim
ini kemudian tinggal di kawasan Kaifeng (ibukota Song) dan Yenching
(kini: Beijing).
Kaum Muslim mendapat momentum ketika Dinasti
Yuan berkuasa. Dinasti Yuan yang didominasi oleh kaum Mongol ini tidak
percaya kepada etnis Han (etnis mayoritas di Tiongkok), dan sebagai
gantinya mempromosikan orang Muslim (juga Yahudi) dari Arab dan Timur
Tengah di posisi-posisi tinggi, baik di pemerintahan maupun militer,
guna mengontrol dan menjaga kaum Han.
Orang-orang Muslim ini
kemudian kawin-mawin dengan gadis-gadis lokal China sehingga semakin
banyak jumlah mereka pada masa Yuan ini. Karena itu ada pepatah di
Tiongkok: “In the Yuan Dynasty, Muslims were all over the universe”
(i.e. China). Pada masa Yuan ini juga Daulah Abasiyah yang berpusat di
Baghdad ditaklukkan oleh tentara Hulagu Khan. Orang-orang yang Muslim
Semit yang ditaklukkan itu kemudian dibawa ke Tiongkok untuk
dipekerjakan di pemerintahan, perkapalan, kesenian, dan kemiliteran
(bersambung).
Jabal Dhahran, Arabia
0 komentar:
Post a Comment