Saya heran kok masih saja ada makhluk yang menuduh saya anti-Arab
atau anti-Islam. Padahal perasaan postingan-postinganku di "Pesbuk" ini
sudah memakai bahasa sangat sederhana supaya pesan yang ingin saya
sampaikan bisa ditangkap dengan baik dan gamblang oleh semua "Pesbukers"
yang berasal dari berbagai latar-belakang pendidikan dan kelas sosial.
Kadang saya mikir, kepala mereka ini isinya apa ya? he he.
Saya
sarankan sebelum berisik komen seperti bajaj, Anda tarik nafas dulu
pelan-pelan, terus cuci muka (kalau sempat), lalu baca perlahan berbagai
"kuliah virtual"-ku yang saya sendiri lupa sudah berapa episod supaya
nyambung tidak asal "njeplak" seperti petasan. Masak saya dibilang
anti-Arab wong setiap hari saya bersendagurau dengan mereka, baik kolega
maupun murid-muridku.
Sudah berkali-kali saya sampaikan bahwa
saya sama sekali tidak mempermasalahkan kaum Muslim atau siapa saja yang
mau berjubah, berjenggot, atau berbahasa Arab. Mau berjubah kek,
berjenggot kek, berbahasa Arab kek, semua itu urusan lu (eh ente) bukan
gue (eh ane). Silakan saja wong saya juga berjenggot, kadang memakai
jubah, dan menyukai Bahasa Arab wong sejak kecil saya sekolah di
madrasah (Tsanawiyah/Aliyah), pondok pesantren, sampai di IAIN (kini
UIN) Semarang.
Yang saya kritik adalah perasaan diri superior
(misalnya, merasa diri lebih agamis/relijius, lebih Islami, lebih berhak
masuk surga, dlsb) kalau sudah berjubah, berjenggot, dan berbahasa
Arab, serta menganggap yang lain "inferior" (misalnya, tidak
agamis/relijius, tidak Islami, tidak berhak masuk surga, dlsb) kalau
tidak berjubah, tidak berjenggot, dan tidak berbahasa Arab. Itu saja.
Poin penting yang ingin saya sampaikan disini adalah, saya ulangi lagi,
"kualitas keimanan dan keislaman seorang Muslim itu tidak diukur dari
jubah, jenggot, dan bahasa Arab" karena semua itu hanyalah "casing" atau
"buntelan" (bungkus) saja, melainkan dari perilaku (individual maupun
sosial) dan moralitas Muslim itu.
Perilaku dan moralitas itulah
yang membedakan antara Nabi Muhammad yang mulia itu dengan, misalnya,
Abu Jahal yang berengsek itu. Seperti Nabi Muhammad, Abu Jahal juga
berjenggot, berjubah, dan fasih dalam Bahasa Arab. Tetapi, tidak seperti
Nabi Muhammad, Abu Jahal adalah "begundal tengik" tak bermoral.
Nah, jika ada seorang Muslim saat ini yang (misalnya) berjubah,
berjenggot, dan berbahasa Arab tetapi hobi ngumpat, ngamuk, dan main
kekerasan, mereka ini sebetulnya mengikuti "sunah Nabi Muhammad" atau
"sunah Abu Jahal"?
Jadi, kalau mau "nyunah rasul" jangan cuma "casing"-nya doang tetapi juga akhlak beliau harus diimpor.
Sekarang, coba perhatikan dengan seksama foto sebagian murid-murid
Arab/Saudiku ini: ada berapa yang berjenggot dan berjubah? Buat mereka,
sama sekali tidak "substansial" mau berjubah (berjas, bersarung,
berjaket, dlsb) atau berjenggot (atau berkumis, atau minus jenggot dan
kumis). Mereka juga sama sekali tidak mempermasalahkan umat Islam mau
pakai bahasa apa saja selain Bahasa Arab (kecuali tentu saja waktu
menjalanan ibadah). La mereka tiap hari "good mornang-good morning" je
he he.
Semoga pesan postinganku ini bisa dipahami dengan baik.
Tapi kalau masih ada juga yang tidak paham atau salah paham dengan
postingan ini, ya sudahlah, mungkin lebih baik kalian kembali jadi
sperma lagi saja he he
Postingan Prof. DR. Sumanto Al Qurtuby
0 komentar:
Post a Comment