Kuliah virtual hari ini melanjutkan postinganku yang sempat tertunda
yang berjudul "Arab Tak Berarti Habib". Ini edisi keenam. Jadi yang
"ketinggalan kelas", silakan baca-baca dulu postingan-postinganku
sebelumnya tentang ini supaya nyambung.
Seperti saya jelaskan
sebelumnya, setelah terjadi huru-hara dan perebutan kekuasaan
politik-pemerintahan antara klan-klan pecahan Suku Quraisy, yaitu Bani
Hasyim (Ali, Hasan, Husain, cs) dan klan Bani Umayah (Usman,
Muawiyah,Yazid, cs) pasca wafatnya Nabi Muhammad, kekalahan ada di pihak
Bani Hasyim. Muawiyah berhasil membangun Dinasti Umayah (beribukota di
Damaskus, Suriah) yang berkibar selama kurang lebih 90 tahun, sebelum
kelak dihancurkan oleh klan Suku Quraisy lain: Bani Abbas, yang kemudian
mendirikan Dinasti Abbasiyah yang berpusat di Irak.
Meskipun
kubu Bani Hasyim kalah perang, bukan berarti sejarah mereka berakhir.
Keturunan Hasan maupun Husain kelak ada yang mendirikan dinasti baru dan
meneruskan karir di dunia politik-pemerintahan, tapi ada pula yang
memilih jalur dakwah dan agama, meninggalkan arena politik praktis.
Husain hanya melahirkan satu keturunan: Ali Zainal Abidin yang kemudian
nikah dengan Fatimah (putri Hasan sendiri) yang kelak melahirkan
Muhammad al-Baqir. Dari jalur inilah kemudian lahir Ahmad bin Isa
al-Muhajir, leluhur para sayyid dan habib di Asia Tenggara, termasuk
Indonesia, yang sudah saya jelaskan sebelumnya. Keturunan Husain ini
kelak ada yang mendirikan Dinasti (Daulah) Fatimiyah yang menganut
aliran Syiah Ismailiyah di Afrika Utara yang berpusat di Mesir, yang
berkuasa sejak abad ke-10 sampai akhir abad ke-12. Dinasti ini kelak
dihancurkan oleh Jenderal Salahuddin Yusuf bin Ayyub yang kemudian
mendirikan Dinasti Ayubiyah yang berpaham Sunni. Menarik untuk dicatat,
Universitas Al-Azhar di Mesir itu didirkan oleh rezim Syiah Dinasti
Fatimiyah ini.
Sementara itu, Hasan menurunkan enam anak:
Muhammad, Zaid, Qasim, Hasan, Abu Bakar, dan Fatimah. Beberapa keturunan
Hasan juga mendirikan sejumlah dinasti kecil. Kelak, keturunan mereka
ada yang mendirikan Dinasti Alid di Iran utara (Tabaristan, Daylam dan
Gilan) yang didirikan oleh Hasan bin Zaid bin Hasan bin Ali bin Abi
Thalib yang berkuasa sejak abad ke-9 sampai 14. Dinasti Alid ini
menganut paham Syiah Zaidiyah. Ada pula yang mendirikan Dinasti
Idrisiyah di Maroko yang didirikan oleh Idris bin Abdullah bin Hasan.
Keturunan lain, ada yang mendirikan Dinasti Sulaimaniyah di Tihama (dulu
masuk wilayah Yaman), dlsb.
Ada pula yang menjadi penguasa
Hijaz atau Syarif Makah. Syarif Husain adalah penguasa Hijaz (wilayah
Arabia bagian barat yang mencakup Makah dan Madinah) terakhir yang
hancur pada 1920-an. Sejak hancurnya Syarif Husain ini, sebutan "syarif"
yang dulu untuk menyebut "keturunan Hasan bin Ali" kemudian lenyap,
kemudian diganti dengan "sayyid" yang dulu dipakai untuk menyebut
"keturunan Husain bin Ali saja. Itulah sebabnya kenapa ulama kharismatik
Makah keturunan Hasan yang bernama Muhammad bin Alawi bin Abbas
al-Hassani populer dengan sebutan "Sayyid" bukan Syarif. Para ulama dan
kiai dari Nusantara banyak yang berguru dengan ayah (Sayyid Alawi) atau
kakek (Sayyid Abbas) beliau. Bukan hanya itu, Sayyid Abbas, Sayyid
Alawi, dan Sayyid Muhammad sendiri banyak berguru dengan para ulama
Indonesia di Makah saat itu yang lumayan banyak dan tersohor (lain kali
mungin saya jelaskan).
Kedua putra Syairf Husain ini, bernama
Abdullah dan Faisal, kelak menjadi penguasa / raja Yordania (Bahasa
Arab: Urdun) dan Irak atas bantuan Inggris yang dulu menjadi rival Turki
Usmani (Ottoman) di Arab dan Timur Tengah. Abdullah menjadi Raja
Yordania (al-Mamlakah al-Urduniyah al-Hasyimiyah) yang dulu bernama
Emirat Trans-Yordania (Imarat Syarq al-Urdun). Penamaan Yordania sebagai
"Kerajaan Hasyimiyah" ini untuk menegaskan kalau mereka adalah
keturunan dari klan Bani Hasyim yang musuhan dengan Bani Umayah di atas.
Sementara itu Faisal didaulat menjadi Raja Irak pada tahun 1920-an,
yang kelak diberontak oleh kelompok Syiah, Yazidi dan Assyria. Inggris
dan Perancis dulu sibuk berkoalisi dengan para tokoh Muslim Arab di
Timur Tengah untuk menggembosi pengaruh Turki Usmani (bersambung).
Postingan Prof. DR. Sumanto Al Qurtuby
0 komentar:
Post a Comment