Jadi jelaslah bahwa, seperti dalam "kuliah virtual" sebelumnya, tidak
semua Arab adalah habib, tidak semua keturunan keluarga Nabi Muhammad
(sayyid/syarif) itu adalah habib, dan bahkan tidak semua yang bernama
habib itu adalah habib.
Habib sebagai sebuah nama Bahasa Arab
bisa dipakai oleh siapapun, baik etnis Arab maupun bukan, baik Arab
Muslim maupun Arab non-Muslim. Di "Pesbuk" ini juga banyak yang bernama
depan "Habib" tapi bukan "habib" dalam pengertian sebutan kehormatan
untuk seorang alim-ulama keturunan Nabi Muhammad tadi. Anda juga
boleh-boleh saja memberi nama anak-anak Anda dengan "Habib" yang berarti
"yang terkasih".
Fenomena "habib bukan habib" ini biasa saja.
Ini sama dengan banyak orang menggunakan nama "sultan" tapi bukan
sultan, raja tapi bukan raja, laksamana tapi bukan laksamana, raden tapi
bukan raden, tengku tapi bukan tengku, demikian seterusnya.
Adapun "habib" (al-habib) sebagai sebuah "gelar kehormatan" di Indonesia
khususnya diberikan secara informal oleh masyarakat Muslim kepada para
alim-ulama dari kaum sadah/asyraf (para keturunan keluarga Nabi
Muhammad) yang memiliki kualifikasi keilmuan, keulaman, dan keteladanan
tertentu. Jadi, tidak semua sayyid/syarif itu habib tapi semua habib
pasti sayyid/syarif.
Sebagai sebuah gelar informal, sama seperti
fenomena tidak semua kiai itu adalah kiai dalam pengertian seorang
Muslim alim Jawa. Di Jawa, sebutan "kiai" bisa berarti nama sebuah
tombak sakti seperti tombak Kiai Plered di Kesultanan Yogyakarta, nama
sebuah "hewan sakti" seperti Kiai Selamet, nama sebuah "kerbau bule" di
Kasunanan Surakarta. Dulu, ada seorang pendeta Kristen Jawa legendaris
bernama Kiai Sadrach (w. 1924). Masa kecilnya bernama Radin yang
kemudian diganti Radin Abbas (lengkapnya Radin Abbas Sadrach Soepranata)
waktu nyantri di Jombang, sebelum menjadi pengikut Kristiani. Ia
dibimbing oleh Kiai Ibrahim Tunggul Wulung (w. 1885) yang juga seorang
evangelis Kristen Jawa legendaris.
Kembali ke laptop. Seperti
saya jelaskan sebelumnya, para sayyid di Indonesia adalah keturunan dari
keluarga Ba 'Alawi atau 'Alawi saja, salah seorang cucu dari Ahmad bin
Isa al-Muhajir (keturunan Nabi Muhammad ke-10 dari jalur Imam Ja'far bin
Muhammad al-Sadiq, generasi ke-5 keturunan menantu Nabi, Ali bin Abu
Thalib. Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Isa bin Muhammad bin Ali bin
Ja'far bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husain bin Ali
bin Abu Thalib). Beliau mendapat sebutan "al-Muhajir" yang berarti orang
migran karena beliau memang asalnya dari Basrah, Irak, yang kemudian
migrasi ke Hadramaut, Yaman, karena ada kekacauan sosial di Irak di
zaman Dinasti Abbasiyah. Makam beliau masih dikeramatkan di Hadramaut.
Keturunan Ba 'Alawi (kata "Ba" ini merupakan dialek Arab Hadramaut yang
berarti "bani" atau anak-cucu / keturunan) ini tidak hanya tersebar di
Asia Tenggara (khususnya Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei)
tetapi juga India dan Afrika (khususnya Tanzania, Kenya, Somalia, dan
Comoros). Para keturunan dari keluarga 'Alawi ini bisa dilihat dari nama
belakang mereka seperti Alatas, Aljunied, Alhadad, Alkaaf, Assagaf,
Shihab, Alydrus, Alhabshi, Aljufri, dlsb. Kalau nama belakang mereka
adalah "Bamukmin, Baswedan, Ba'asyir, Basalamah, Baraja, Bafadhal,dlsb,
jelas bukan dari keluarga sayyid/sadah ini jadi tidak mungkin bergelar
habib meskipun mereka pakai nama habib.
Tidak semua orang
Arab-Hadramaut di Asia Tenggara, termasuk Indonesia, adalah keturunan
keluarga sadah Ba 'Alawi. Ada banyak yang berasal dari kelompok-kelompok
sosial-agama non-sadah di Hadramaut seperti kelompok masyayih atau
Irshadi, kelompok suku atau disebut qabail, atau kelompok du'afa, yaitu
kelompok / kasta sosial paling rendah seperti petani, pekerja kasar,
bekas budak, dlsb. Jadi harus hati-hati ya jangan tertipu karena tidak
semua yang bermuka "Arab-Yaman" dan Arab lainnya itu "habib he he.
Bagaimana penjelasan berikutnya tentang "dunia habib" ini? Bersambung lagi ajalah, capek jari-jemariku yang lentik ini he he
0 komentar:
Post a Comment