Seperti saya sebutkan dalam kuliah virtual sebelumnya, menurut
sejumlah sejarawan, kaum sadah di Asia Tenggara adalah keturunan dari
Sayyid Ahmad bin Isa al-Muhajir, "keturunan" ke-10 Nabi Muhammad. Tetapi
menariknya, setahu saya, teks-teks lokal di Tanah Jawa (seperti Babad
Cirebon, Sajarah Banten, dlsb) hanya menyebut nama Syaikh Jamaluddin
Akbar al-Husaini yang populer dengan nama Syaikh Jamaludin Kubro,
sebagai "nenek-moyang" Walisongo dan para penyebar Islam di Jawa dan
beberapa pulau lain di Nusantara, termasuk Kelantan, Aceh, dan Sulawesi.
Tidak ada yang tahu pasti, siapa sebenarnya "sosok misterius"
Syaikh Jamaludin Kubro yang konon hidup antara abad ke-14/15 ini.
Sebagian sumber menyebut ia sebagai pendakwah dari Malabar, Kesultanan
Delhi, yang nenek-myangnya dari Hadramaut (dengan begitu apakah ia
adalah keturunan dari Sayyid Ahmad bin Isa al-Muhajir tadi? Saya sendiri
tidak tahu). Sumber yang lain menyebut beliau dari Kashan, Persia
(Iran).
Sejumlah teks lokal juga menyebutkan kalau Syaikh
Jamaludin Kubro datang ke Nusantara bersama dengan saudaranya (Syaikh
Thanauddin atau Datuk Adi Putra) dan anak-anaknya, terutama Syaikh
Maulana Ibrahim dan Syaikh Maulana Ishak. Meskipun asal-muasalnya masih
menjadi kontroversi, Syaikh Jamaludin Kubro dipercayai sebagai seorang
sayyid (Jamak: sadah) atau "keturunan" keluarga Nabi Muhammad.
Penting untuk diketahui bahwa kaum sadah (atau yang mengklaim dari
"keluarga Nabi Muhammad") tidak hanya ada di Asia Tenggara saja tetapi
juga di belahan kawasan lain: Indo-Pakistan, Yaman, Saudi, Yordania,
Maroko, Libia, Somalia, Aljazair, dlsb. Kapan-kapan saya jelaskan
tentang "diaspora sadah" ini.
Meskipun ada sejumlah "nama
panggilan kehormatan" terhadap keturunan keluarga Nabi Muhammad, tetapi
yang paling umum dan banyak dikenal adalah "sayyid" untuk laki-laki dan
"sayyidah" untuk perempuan (yang berarti Tuan/Nyonya) atau "syarif"
(untuk laki-laki) dan "syarifah" untuk perempuan (yang berarti "yang
mulia").
Dalam tradisi Sunni Arab, "syarif/syarifah" adalah
sebutan untuk keturunan Hasan bin Ali, sedangkan sebutan
"sayyid/sayyidah" adalah untuk keturunan Husain bin Ali (adiknya Hasan).
Baik Hasan maupun Husain adalah cucu Nabi Muhammad hasil dari
perkawinan antara Fatimah (putri Nabi Muhammad) dan Ali yang juga sepupu
Nabi Muhammad. Ali ini adalah putra Abi Talib, salah satu paman Nabi
Muhammad yang merawat beliau sepeninggal sang kakek, Syaibah bin Hashim
(populer dengan nama Abdul Muttalib yang sebelumnya merawat Nabi
Muhammad karena ayah beliau, Abdullah, wafat saat Muhammad masih di
kandungan). Selain merawat dan membesarkan Nabi Muhammad, Abu Talib juga
gagah perkasa membela beliau dari serbuan para "begundal Hijaz".
Menariknya, meskipun Abu Talib telah merawat dan rela berkorban untuk
kehidupan dan perjuangan sang keponakan, Nabi Muhammad, hingga akhir
hayatnya Abu Talib tidak memeluk agama Islam.
Dengan latar
belakang ini, maka dapat disimpulkan bahwa kaum sadah atau asyraf itu
lebih tepat disebut sebagai keturunan Ali bin Abu Talib, bukan keturunan
Nabi Muhammad, meskipun tentu saja masih keluarga / kerabat beliau
karena Hasan dan Husain adalah cucu sang nabi. Dengan kata lain, kaum
sadah itu adalah mewarisi "gen-nya Ali" bukan gen Nabi Muhammad.
Para sejarawan mencatat, Nabi Muhammad memiliki 3 anak lai-laki dan 4
anak perempuan yang semuanya lahir dari istri pertama Nabi Muhammad yang
bernama Khadijah, kecuali satu anak laki (Ibrahim) yang lahir dari
Maria al-Qibtiyya, seorang perempuan Kristen Koptik (dari Mesir) yang
dipersembahkan oleh Pemimpin Mesir bernama Muqawqis (juga pengikut
Kristen Koptik) sebagai istri Nabi Muhammad. Oleh sebagian sarjana,
perkawinan antara Nabi Muhammad dengan Maria al-Qibtiyya ini menjadi
dasar diperbolehkannya perkawinan antar-agama dalam Islam.
Para
sejarawan juga mencatat, selain Fatimah, anak-anak Nabi Muhammad yang
lain (Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Umi Kultsum, Ibrahim) wafat saat
masih kecil atau belum sempat memiliki keturunan. Jadi hanya Fatimah
yang melahirkan keturunan: Hasan dan Husain tadi.
Bagaimana
nasib kaum sadah / asharaf di dunia Arab dewasa ini? Apakah mereka ini
hidup terhormat secara politik-ekonomi-sosial seperti dulu atau justru
sebaliknya? Bersambung lagi ah he he
Postingan Prof. DR. Sumato Al Qurtuby
0 komentar:
Post a Comment