Di awal tahun baru ini, ijinkan saya menulis sebuah refleksi singkat
mengenai "rumah" yang bernama "Indonesia". Saya tegaskan sekali lagi,
Indonesia itu adalah "rumah bersama". Sejak awal, penghuni rumah ini
sudah warna-warni, baik dari sisi etnis maupun agama. Sejak awal pula,
bukan hanya kaum Muslim saja yang berkeringat memperjuangkan dan
mempertaruhkan harta-jiwa-raga demi rumah Indonesia ini. Berbagai macam
agama, ras, dan etnis turut memberi kontribusi pagi pendirian rumah ini.
Penegasan ini penting saya lakukan untuk mengingatkan kita
semua karena belakangan ini, lantaran didorong oleh kepentingan dan
motivasi politik-ekonomi-ideologi tertentu, sejumlah tokoh,
ormas/lembaga, dan kelompok agama, khususnya Islam, berusaha mengklaim
dan membajak "rumah" ini dengan mengatakan bahwa kaum Muslim-lah yang
memperjuangkan dan membangun Indonesia ini dan karena itu wajib atau
harus "dinomorsatukan". Tanpa deklarasi kewajiban menomorsatukan umat
Islam-pun sebetulnya kaum Muslim sudah dinomorsatukan selama ini.
Bacalah (kembali) secara pelan-pelan sejarah rumah Indonesia tercinta
ini. Para tokoh bangsa yang terlibat persiapan kemerdekaan negara ini
bukan hanya tokoh-tokoh Muslim seperti Bung Karno, Hatta, Natsir,
Sjajrir, Yamin, Agus Salim, Kiai Wahid Hasyim, Kiai Abdul Wahab
Chasbulah, dlsb. Tetapi juga para tokoh non-Muslim seperti Johannes
Leimena, A.A. Maramis, Johannes Latuharhary, I Gusti Ketut Puja, dlsb.
Pula, bukan hanya tokoh berdarah Arab seperti Abdurrahman Baswedan atau
Hamid Algadri saja yang memperjuangkan kemerdekaan tetapi juga para
tokoh Tionghoa seperti Oey Tiang Tjoe, Oey Tjong Hauw, atau Laksamana
John Lie Tjeng Tjoan.
Ingat juga bahwa para pahlawan bangsa yang
mengobarkan semangat perang, perjuangan, dan perlawanan terhadap Belanda
bukan hanya para tokoh Muslim saja tetapi juga non-Muslim. Bukan hanya
tokoh-tokoh Muslim saja yang ditangkap, disel, atau dibuang oleh Belanda
tetapi juga non-Muslim. Simaklah sejarah heroik Ignatius Joseph Kasimo,
I Gusti Ketut Jelantik, Martha Christina Tiahahu, I Gusti Ngurah Rai,
Agustinus Adisucipto, Arie Frederik Lasut, Bernard Lapian, Herman
Johannes, dan masih banyak lagi.
Para tokoh Muslim dan non-Muslim
dari berbagai suku dan daerah bahu-membahu memperjuangkan negara kita
tercinta, baik dengan cara perlawanan bersenjata maupun politik
diplomasi. Tanpa mereka semua, Indonesia tak pernah ada. Oleh karena itu
sungguh tidak pantas dan menyakitkan jika ada sebagian dari para tokoh
agama dewasa ini yang mengklaim Indonesia adalah "produk umat Islam"
saja.
Karena rumah Indonesia ini dibangun oleh dan hasil jerih
payah dari berbagai tokoh agama dan etnis, maka sudah seharusnyalah jika
mereka semua mendapatkan hak-hak politik-ekonomi-budaya dan kewajiban
yang sama sebagai sesama keluarga dan penghuni rumah Indonesia ini. Mari
kita jaga dan rawat Indonesia sebagai "rumah bersama". Jangan sampai
rumah indah ini "dibajak" oleh orang-orang dan kelompok arogan,
intoleran, dan tidak bertanggung jawab. Kasihan anak-cucu kita kelak di
kemudian hari...
Jabal Dhahran, Arabia
0 komentar:
Post a Comment