Menjadi atau menyandang status sebagai "keluarga besar" Nabi
Muhammad (ahl al-bait) tidak secara otomatis dimulyakan secara
sosial-politik. Sejak dulu, paska wafatnya Nabi Muhammad SAW,
perseteruan antar-suku dan klan demi politik-kekuasaan selalu terjadi.
Bahkan sebelum Islam lahir, spirit tribalisme itu sangat kuat dan
menjadi karakteristik masyarakat Arab, khususnya di kawasan Jazirah
Arab. Sejak sebelum era Islam, suku-suku dan klan Arab selalu ingin
menguasai Mekah dan Ka'bah sebagai simbol otoritas politik-ekonomi-agama
masyarakat Jazirah Arab.
Sering kali perseteruan
antar-suku/klan Arab itu berakhir tragis: perang dan pembunuhan. Tidak
peduli apakah mereka berperang melawan keluarga nabi atau tidak, sesama
suku atau tidak. Perang sipil antar-umat Islam sudah meletus sejak
awal-awal perkembangan agama Islam paska wafatnya Nabi Muhammad. Banyak
para sahabat nabi dan tokoh-tokoh Muslim awal yang terbunuh atau dibunuh
dengan tragis oleh kaum Muslim itu sendiri karena persoalan rebutan
kekuasaan.
Perang sipil antar-umat Islam pertama kali adalah
Perang Jamal atau Perang Basrah antara Aisyah (istri Nabi Muhammad)
melawan para pendukung Ali bin Abi Thalib (menantu Nabi Muhammad).
Aisyah marah karena mendengar Khalifah Usman dibunuh. Kelak, Ali juga
dibunuh. Anak-anak Ali: Hasan dan Husain yang melahirkan kaum "sadah"
atau "syarif" juga mati dibunuh. Hasan mati diracun oleh istrinya yang
bernama Ja'da binti al-Ash'at dari suku Kindah di Yaman.
Para
sejarawan Syiah maupun Sunni seperti Baladhuri, al-Waqidl, Haitham, dlsb
mencatat Ja'da bersedia membunuh suaminya sendiri karena disuruh
Muawiyah, Gubernur Syam (wilayahnya mencakup Suriah, Palestina, dan
Yordania), yang kelak mendirikan Dinasti Umayah. Konon Mu'awiyah
mengiming-imingi Ja'da harta-benda, kekuasaan, serta menjanjikannya
kawin dengan putranya, Yazid, sehingga ia bersedia meracun suaminya.
Mu'awiyah ini dari klan Bani Umayah (satu klan dengan Khalifah Usman
yang terbunuh diatas. Klan ini adalah keturunan dari Umayah bin Abdus
Syam) yang tidak terima tampuk "kekuasaan Islam" jatuh ke tangan Bani
Hasyim (Ali cs termasuk Nabi Muhammad berasal dari klan Bani Hasyim yang
merupakan keturunan dari Hasyim bin Abdul Manaf). Karena ambisi
kekuasaan yang sudah diubun-ubun, Mu'awiyah yang merasa diri lebih
senior dan perpengalaman dalam urusan pemerintahan, tidak mau tunduk
kepada Hasan yang menggantikan Ali sebagai Gubernur Kufah (Irak) yang
ditahbiskan oleh pengikutnya sebagai "Khalifah Islam" ke-5 sepeninggal
Ali. Oleh Muawiyah, Hasan dipandang sebagai "anak ingusan" yang tidak
memiliki pengalaman dalam urusan politik-pemerintahan.
Perseteruan terus berlanjut. Kelak, putra Mu'awiyah, Yazid, mengibarkan
perlawanan melawan Husain (putra kedua Ali yang dinobatkan sebagai
pemimpin sepeninggal Hasan) dan pendukungnya dalam Perang Karbala yang
berakhir tragis dan kekalahan di pihak Husain. Husain sendiri mati
dipenggal. Kurang lebih 90 tahun, Dinasti Umayah berdiri dengan pusatnya
di Damaskus, sebelum akhirnya dihancurkan oleh Abbul Abbas as-Shafah
yang merupakan keturunan dari salah satu paman Nabi Muhammad, Abbas bin
Abdul Muttalib, yang kemudian menandai berdirinya Dinasti Abbasiyah yang
berpusat di Bagdad.
Yang menarik adalah baik klan Bani Hasyim,
klan Bani Umayah maupun klan Bani Abdul Muttalib yang saling berseteru
itu sama-sama dari Suku Quraisy, yaitu keturunan dari Fihr al-Quraisy
yang juga keturunan Nabi Ismail (putra Ibrahim) dari jalur Adnan.
Nah, bagaimana dengan para keturunan / anak-cucu Hasan dan Husain
sepeninggal orang tua mereka? Kemana mereka mengungsi? Sebagian dari
mereka kelak ada yang mendirikan dinasti-dinasti kecil seprti Alid di
Iran, Idrisi di Maroko, Sulaimani di Maghreb, dslb. Ada pula yang
menjadi para imam Syiah atau "Partai pendukung Ali" di Yaman, Iran,
Irak, dlsb. Lanjut lagi aja ya ceritanya, biar penasaran...
diambil dari postingan Prof. DR. Sumanto Al Qurtuby
0 komentar:
Post a Comment