Banyak yang bertanya-tanya: kenapa Nabi Muhammad SAW pernah bersabda:
“Tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri China.” Hadis ini sangat
populer dan menimbulkan pro-kontra. Bagi yang pro, mereka mengatakan
bahwa ini bukti bahwa Islam itu adalah agama terbuka dan tidak membatasi
kaum Muslim untuk belajar dan menuntut ilmu dimana saja dan kepada
siapa saja. Sementara bagi yang kontra, mereka bilang tidak mungkin
kalau Nabi Muhammad menyuruh umat Islam belajar ke China yang
ateis-komunis.
Saya hanya mesam-mesem memperhatikan argumen yang
“unyu-unyu” ini. Padahal, China itu baru menjadi “negara komunis” pada
1947-1949, ketika Mao Zedong (Mao Tse Tung) dengan bendera Partai
Komunis China (berdiri pada 1921) berhasil memimpin revolusi politik
yang memaksa menaklukan Partai Nationalis China, Kuomintang (Gomindang)
yang sebelumnya menguasai “Negeri Panda” ini. Sebelum era itu, tidak ada
komunisme di China atau Tiongkok. Jadi ya tidak nyambung kalau
menyangkal hadis diatas lantaran China itu komunis.
Seperti
umumnya negara-negara lain, China menjadi ajang penaklukkan berbagai
kelompok. Berbagai imperium dan dinasti juga pernah silih berganti
memerintah China: Qing, Yuan, Ming, Song, Tang, Han, Qin, dlsb. Nabi
Muhammad lahir di Mekah pada 570 dan wafat di Madinah tahun 632. Pada
zaman Nabi Muhammad ini, China berada di bawah Dinasti Tang yang kelak
digantikan oleh Dinasti Song. Pada masa Dinasti Tang (juga Song) inilah,
China mengalami “Zaman Keemasan” (Golden Age) karena maju pesat di
berbagai bidang: pendidikan, seni, sastra, budaya, politik-pemerintahan,
ekonomi, teknologi, dlsb. Ibukota Dinasti Tang, Chang’an (kini Xi’an),
menjelma menjadi kota kosmopolitan dan pusat peradaban yang masyhur kala
itu. Banyak para sastrawan, sarjana, dan ilmuwan hebat lahir pada masa
ini. Pendiri Dinasti Tang, Kaisar Gaozu dan penerusnya Kaisar Taizong,
adalah kunci di balik kemajuan dan kemasyhuran dinasti ini.
Jauh
sebelum Max Weber mengenalkan konsep “birokrasi rasional”, Dinasti Tang
sudah mempraktekkannya dimana para pegawai pemerintah dan
institusi-institusi yang berafiliasi ke pemerintahan direkrut dengan
model seleksi berbasis kapabilitas, kompetensi dan intelektualitas bukan
relasi feodal-primordial. Dinasti Tang pula yang memajukan relasi
perdagangan dengan Arab, Persia, Maroko dan Afrika Utara dan Barat
lainnya melalui Jalur Sutera (Silk Road). Pada waktu itu, Dinasti Tang
menyediakan area pemukiman khusus, bernama Fan Fang, untuk menampung
para pedagang dan pelayar dari Timur Tengah dan Afrika ini.
Pada
masa Dinasti Tang inilah terjadi kontak pertama kali China dengan
Islam. Meskipun Nabi Muhammad belum pernah ke China waktu itu tetapi
kemasyhuran dan kemajuan China sudah terdengar ke berbagai kawasan Arab
dibawa oleh para pedagang dan pelayar ini. Jeddah yang berada di wilayah
Mekah adalah pusat perdagangan dan pelayaran di Semenanjung Arabia.
Jadi sangat wajar sekali kalau kemudian beliau menyuruh kaum Muslim
untuk belajar dan menempuh ilmu meskipun sampai ke Negeri China (Bahasa
Arab: Shin). Kelak, sahabat Nabi Muhammad, Khalifah Usman bin Affan,
menunjuk Sa’ad bin Abi Waqash untuk memimpin delegasi kaum Muslim ke
China guna menjalin persahabatan dengan Dinasi Tang. Bahkan beliau konon
wafat dan dimakamkan di China yang makamnya hingga kini masih ramai
diziarahi banyak umat Islam.
Karena itu tidak heran jika China
merupakan salah satu “rumah Muslim” yang sangat tua. Chinese Annals dari
Dinasi Tang (618-960) juga mencatat adanya pemukiman umat Islam di
Kanton, Zhangzhouw, Quanzhou dan pesisir China Selatan lain. Bukti
historis yang tidak terelakkan tentang eksistensi kaum Muslim China
adalah adanya dua buah masjid kuno di Kanton (Masjid Kwang Tah Se =
“Masjid Bermenara Megah” dan Masjid Chee Lin Se=“Masjid Bertanduk Satu”)
yang menurut beberapa sejarawan ahli studi China seperti Lo Hsiang
Ling, Ibrahim Tien Ying Ma, Broomhall, dlsb, merupakan masjid kedua
tertua di dunia setelah Masjid Nabawi yang dibangun Nabi Muhammad di
Madinah. Masjid Kwang Ta Se di Kanton itu bahkan konon merupakan masjid
pertama yang dibangun diluar kawasan Arab! Subhanallah. Takbir...
Nah, sekarang sudah paham belum? Belum…Kalau belum ya, baca sendiri sana yang banyak...
Jabal Dhahran, Arabia. Postingan Prof. DR. Sumanto Al Qurtuby
0 komentar:
Post a Comment