Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi atau yang populer dengan
panggilan Habib Ali Kwitang (1870–1963) adalah salah seorang ulama
kharismatik yang sangat dihormati dan disegani. Beliau juga seorang
penulis produktif, penceramah hebat, pendidik handal, tokoh dermawan,
dan seorang sayyid atau syarif (keturunan Nabi Muhammad) yang sangat
alim dan saleh. Beliau lahir di Jakarta dan wafat pada usia 98.
Ayahnya, populer dengan panggilan Habib Cikini, juga seorang pendakwah
dan sarjana Islam mumpuni. Sementara ibunya adalah putri dari seorang
kiai Betawi dari Kampung Melayu, Jakarta Timur. Meskipun Habib Ali
beserta keluarga dan keturunanya pada umumnya pengikut mazhab
Sunni-Syafii, tetapi salah satu cucunya, Ali Ridha bin Muhammad, konon
seorang sarjana Syiah alumnus Qom, Iran.
Habib Ali adalah adalah
pendiri Islamic Center Indonesia dan Majelis Taklim Kwitang (pada 1911),
sebuah forum untuk diskusi, ngajar dan ceramah mengenai masalah
sosial-kemasyarakatan-keagamaan. Habib Ali juga mendirikan al-Rabithah
al-Alawiyah pada 1928. Selain membangun masjid, Habib Ali juga
mendirikan sebuah madrasah Unwanul Falah. Murid-murid beliau tida hanya
dari Indonesia saja tetapi juga dari berbagai negara yang kelak
mendirikan madrasah atau majelis taklim di masyarakat atau negara
masing-masing.
Penting juga untuk diketahui disini adalah beliau
juga teman dekat Sang Proklamator Bung Karno. Dengan kata lain Bung
Karno ini adalah “auliya”-nya Habib Ali. Beberapa hari sebelum
proklamasi kemerdekaan tahun 1945, Habib Ali menawarkan kepada Bung
Karno untuk tinggal di rumahnya sebelum memproklamirkan kemerdekaan RI.
Tujuannya adalah untuk menghindari ancaman Jepang dan juga Belanda.
Kalau Bung Karno tinggal di kediaman Habib Ali jelas aman karena Habib
Ali adalah tokoh Muslim kharismatik yang sangat dihormati oleh lawan
maupun kawan, termasuk Belanda. Pemerintah Belanda dulu pernah
menganugerahi “Medali Kehormatan” kepada Habib Ali atas jasa-jasanya
dalam mendamaikan kemarahan warga Periyangan. Selama tinggal di rumah
Habib Ali, Bung Karno menghadiri berbagai aktivitas keagamaan dan
keislaman yang diprakarsasi sang habib legendaris ini.
Habib Ali
tidak sendirian. Ada banyak habib dan tokoh Arab dulu seperti Syaikh
Salim bin Sumair, Habib Husain Alattas, Abdurrahman Baswedan atau Hamid
Al-Gadri yang ikut berjuang bersama tokoh-tokoh Indonesia melawan
penjajah (Belanda maupun Jepang), ikut merumusan dasar-dasar dan
falsafah kenegaraan, serta ikut mendirikan NKRI.
Jadi NKRI ini
juga hasil kerja keras dari perjuangan para tokoh Arab di Indonesia
karena itu tidak heran jika ulama kharismatik Habib Luthfi bin Yahya,
misalnya, sangat patriotik dan nasionalis dan sangat mencintai
Indonesia. Yang mengherankan justru kalau ada para habib atau tokoh Arab
ataupun “Arab KW” kontemporer yang tidak menghormati Bung Karno serta
tidak mengindahkan konstitusi dan dasar-dasar negara, anti-Indonesia,
dan seterusnya. Apalagi membenci para pejuang bangsa. Kelompok ini sama
saja tidak menghargai perjuangan dan jerih-payah kakek-nenek moyang
mereka sendiri.
Jabal Dhahran, Arabia
0 komentar:
Post a Comment