Lanjutan Sejarah Islam di Tiongkok (4)
Jika pada masa Dinasti Tang dan Dinasti Song, komunitas Muslim belum
menunjukkan peran maksimal (simak "Kuliah Virtual" sebelumnya), maka
pada masa Dinasti Yuan, umat Islam mulai memegang peran penting dan
central di China (Tiongkok). Berdiri secara resmi pada tahun 1271, Yuan
adalah dinasti yang dikontrol oleh etnik Mongol yang sebelumnya sukses
menggulingkan Dinasti Song (Sung) yang dikendalikan oleh etnik Han.
Sejak akhir abad ke-12 / awal abad ke-13, Mongol adalah kekuatan besar
di seantero Asia dan Timur Tengah. Mongol menjadi kerajaan superpower
sejak Jenghis Khan (w. 1227) berhasil menyatukan sejumlah suku nomad di
berbagai kawasan di Asia. Kelak, Imperium Mongol mengalami masa kejayaan
yang gemilang di tangan para cucu Jenghis Khan, terutama Hulagu Khan
dan Kubilai Khan.
Jika Hulagu Khan ini sukses menaklukkan
Kerajaan Islam raksasa yang mulai ringkih pada abad ke-13, yaitu Daulah
Abbasiyah, yang berpusat di Baghdad, pada tahun 1258, maka Kubilai Khan
kelak berseteru dengan Kerajaan raksasa di Jawa Timur (Kerajaan
Singasari) sebelum Majapahit. Kubilai Khan bahkan mengirim ribuan
tentara untuk menggayang Raja Kertanegara sebagai aksi balas dendam
(kapan-kapan akan saya tulis kisah heroik ini).
Ketika Hulagu
Khan berhasil dengan gemilang melumpuhkan Kerajaan Abbasiyah, ia
memboyong mayoritas sarjana, ilmuwan, birokrat, para komandan perang dan
tentara, dlsb, ke Tiongkok untuk ikut membantu membesarkan Dinasti Yuan
sekaligus guna menggembosi peran etnik Han yang merupakan etnik
mayoritas di Tiongkok. Strategi politik-kekuasaan Dinasti Yuan kala itu
adalah "strategi belah bambu": sebagian diinjak, sebagian lagi diangkat.
"Kelompok yang diinjak" (baca: tidak mendapatkan posisi penting dan
keistimewaan lain) adalah kelompok etnik yang dikategorikan sebagai
"Han" yang bukan hanya etnik Han Tiongkok saja tetapi juga Korea,
Khitan, Bohai, Jurchen, dlsb yang berpotensi merongrong kekuasaan
Mongol. Sedangkan kelompok yang diangkat (baca: mendapat posisi penting
dan aneka keistimewaan lain) termasuk orang-orang Islam Arab dan Persi,
Yahudi, Kristen (terutama Kristen Turki), Uyghur, dan Tibet.
Di
antara sekian etnik/kelompok "non-pribumi" ini, Muslim-lah (Arab,
Persia, Turki, maupun dari suku-suku di Asia Tengah) yang paling banyak
mendapatkan posisi penting sebagai elit birokrat, petugas keuangan,
pengontrol dinas-dinas perdagangan, sampai di jajaran elit militer dan
penasehat raja. Pada masa Raja Kubilai Khan, Dinati Yuan dibagi menjadi
12 provinsi yang dipimpin oleh gubernur dan wakil gubernur. Menurut
sejarawan Rasyid al-Din Fadlullah, dari 12 provinsi ini, 8 provinsi
dipimpin oleh Gubernur Muslim, sementara sisanya (4 provinsi), Muslim
menjadi wakil gubernur.
Waktu itu memang banyak umat Islam (baik
yang beretnik Persi, Arab, Turki, Berber, Kurdi, maupun dari sejumlah
kelompok etnik di Asia Tengah) yang menjadi admnistrator, komandan, dan
ilmuwan hebat sehingga wajar saja kalau dimanfaatkan oleh raja-raja
Mongol. Arsitektur ibukota Yuan itu sendiri yang bernama Dadu atau
Khanbaliq (kini di kawasan Beijing) yang mendesain adalah arsitek Muslim
yang dikenal dengan nama Amir al-Din (Yeheidie'erding).
Pada
masa Dinasti Yuan ini pulalah dulu masjid-masjid banyak dibangun di
seantero Tiongkok. Jika pada masa dinasti-dinasti sebelumnya, umat Islam
hanya terkonsentrasi di sejumlah wilayah, maka pada masa Dinasti Yuan
ini (yang menurut sejarawan ahli kajian Islam China, Raphael Israeli
konon populasi umat Islam mencapai 4 juta di zaman itu), mereka tersebar
di berbagai daerah di Tiongkok: Beijing, Ghuangzhou, Quanzhou,
Yuangzhou, Wenzhou, Ningbo, Shanghai, Chang'an, dlsb. (bersambung).
0 komentar:
Post a Comment