LOKER OTOMOTIF

Wednesday, February 8, 2017

Sejarah Islam di Tiongkok (5)

Lanjutan Sejarah Islam di Tiongkok (4)

Jika pada masa Dinasti Tang dan Dinasti Song, komunitas Muslim belum menunjukkan peran maksimal (simak "Kuliah Virtual" sebelumnya), maka pada masa Dinasti Yuan, umat Islam mulai memegang peran penting dan central di China (Tiongkok). Berdiri secara resmi pada tahun 1271, Yuan adalah dinasti yang dikontrol oleh etnik Mongol yang sebelumnya sukses menggulingkan Dinasti Song (Sung) yang dikendalikan oleh etnik Han.

Sejak akhir abad ke-12 / awal abad ke-13, Mongol adalah kekuatan besar di seantero Asia dan Timur Tengah. Mongol menjadi kerajaan superpower sejak Jenghis Khan (w. 1227) berhasil menyatukan sejumlah suku nomad di berbagai kawasan di Asia. Kelak, Imperium Mongol mengalami masa kejayaan yang gemilang di tangan para cucu Jenghis Khan, terutama Hulagu Khan dan Kubilai Khan.

Jika Hulagu Khan ini sukses menaklukkan Kerajaan Islam raksasa yang mulai ringkih pada abad ke-13, yaitu Daulah Abbasiyah, yang berpusat di Baghdad, pada tahun 1258, maka Kubilai Khan kelak berseteru dengan Kerajaan raksasa di Jawa Timur (Kerajaan Singasari) sebelum Majapahit. Kubilai Khan bahkan mengirim ribuan tentara untuk menggayang Raja Kertanegara sebagai aksi balas dendam (kapan-kapan akan saya tulis kisah heroik ini).

Ketika Hulagu Khan berhasil dengan gemilang melumpuhkan Kerajaan Abbasiyah, ia memboyong mayoritas sarjana, ilmuwan, birokrat, para komandan perang dan tentara, dlsb, ke Tiongkok untuk ikut membantu membesarkan Dinasti Yuan sekaligus guna menggembosi peran etnik Han yang merupakan etnik mayoritas di Tiongkok. Strategi politik-kekuasaan Dinasti Yuan kala itu adalah "strategi belah bambu": sebagian diinjak, sebagian lagi diangkat.

"Kelompok yang diinjak" (baca: tidak mendapatkan posisi penting dan keistimewaan lain) adalah kelompok etnik yang dikategorikan sebagai "Han" yang bukan hanya etnik Han Tiongkok saja tetapi juga Korea, Khitan, Bohai, Jurchen, dlsb yang berpotensi merongrong kekuasaan Mongol. Sedangkan kelompok yang diangkat (baca: mendapat posisi penting dan aneka keistimewaan lain) termasuk orang-orang Islam Arab dan Persi, Yahudi, Kristen (terutama Kristen Turki), Uyghur, dan Tibet.

Di antara sekian etnik/kelompok "non-pribumi" ini, Muslim-lah (Arab, Persia, Turki, maupun dari suku-suku di Asia Tengah) yang paling banyak mendapatkan posisi penting sebagai elit birokrat, petugas keuangan, pengontrol dinas-dinas perdagangan, sampai di jajaran elit militer dan penasehat raja. Pada masa Raja Kubilai Khan, Dinati Yuan dibagi menjadi 12 provinsi yang dipimpin oleh gubernur dan wakil gubernur. Menurut sejarawan Rasyid al-Din Fadlullah, dari 12 provinsi ini, 8 provinsi dipimpin oleh Gubernur Muslim, sementara sisanya (4 provinsi), Muslim menjadi wakil gubernur.

Waktu itu memang banyak umat Islam (baik yang beretnik Persi, Arab, Turki, Berber, Kurdi, maupun dari sejumlah kelompok etnik di Asia Tengah) yang menjadi admnistrator, komandan, dan ilmuwan hebat sehingga wajar saja kalau dimanfaatkan oleh raja-raja Mongol. Arsitektur ibukota Yuan itu sendiri yang bernama Dadu atau Khanbaliq (kini di kawasan Beijing) yang mendesain adalah arsitek Muslim yang dikenal dengan nama Amir al-Din (Yeheidie'erding).

Pada masa Dinasti Yuan ini pulalah dulu masjid-masjid banyak dibangun di seantero Tiongkok. Jika pada masa dinasti-dinasti sebelumnya, umat Islam hanya terkonsentrasi di sejumlah wilayah, maka pada masa Dinasti Yuan ini (yang menurut sejarawan ahli kajian Islam China, Raphael Israeli konon populasi umat Islam mencapai 4 juta di zaman itu), mereka tersebar di berbagai daerah di Tiongkok: Beijing, Ghuangzhou, Quanzhou, Yuangzhou, Wenzhou, Ningbo, Shanghai, Chang'an, dlsb. (bersambung).

0 komentar: