LOKER OTOMOTIF

Wednesday, February 8, 2017

Konsep "Negara Islam" itu Sekuler

Anggapan sejumlah tokoh, sarjana, dan kelompok Islam di Indonesia (dan juga berbagai negara lain) bahwa konsep "Negara Islam" itu yang paling "agamis", "Islami", "Qur'ani", atau bahkan "Allahi" (maksudnya, sesuai dengan "kehendak Allah") itu sama sekali tidak benar. Semua konsep sistem politik-pemerintahan atau sistem ekonomi--apapaun namanya--adalah sekuler, dalam pengertian "produk pemikiran kebudayaan manusia".

Sebagaimana sistem-sistem politik-pemerintahan lain yang ada di muka bumi dewasa ini, konsep "Negara Islam" (atau "daulah islamiyah") adalah buah dari ijtihad, pemahaman, tafsir, dan pemikiran sekelumit umat manusia, baik para sarjana-ideolog maupun politisi-aktivis Muslim, sebagai bentuk respons atas perkembangan sosial-politik-ekonomi yang terjadi di wilayah mereka masing-masing. Apapun yang namanya "produk pemikiran kebudayaan manusia" itu bersifat profan-sekuler bukan sakral-relijius. Jadi jangan mau dikibulin oleh kaum propagandis ideologi itu.


Sudah sering saya katakan bahwa doktrin Islam dan Al-Qur'an itu tidak membicarakan secara spesifik sebuah sistem politik-pemerintahan maupun sistem perekonomian. Tidak ada "juklak" maupun "juknis" tentang sistem ini. Islam dan Al-Qur'an hanya membicarakan tentang pentingnya pemimpin yang adil, peduli dengan masalah keumatan, berjuang untuk kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, dlsb.

Dengan kata lain, Islam hanya mempedulikan tentang etika, norma, nilai, dan tujuan dari sebuah tatanan pemerintahan, bukan soal sistem, bentuk, tipe, atau corak tatanan pemerintahan itu. Masalah keadilan, kemakmuran, kesejahteraan, perdamaian dlsb bisa diwujudkan dalam sistem politik-pemerintahan dan sistem perekonomian apapun (demokrasi, monarkhi, Islamisme, sosialisme, komunisme, dlsb).

Begitu pula sebalinya, masalah ketidakadilan, kejahatan, kemiskinan dan pemiskinan, kekerasan, kesengsaraan, dlsb juga bisa terjadi di sistem politik-pemerintahan dan sistem perekonomian apapun: tidak peduli pakai "baju" agama atau bukan, Muslim atau bukan, komunis atau bukan, kapitalis atau bukan, atesis atau bukan, atau bahkan yang bukan bukan. Itulah kenyataannya yang terjadi dalam sejarah kepolitikan umat manusia dari zaman bahoela sampai sekarang. Kalau watak dasar para pemimpin dan elit pemerintah itu memang rakus-korup-bengis, dipakai "baju" apapun (mau jubah kek, jas kek, jarik kek) dan dengan sistem apapun dan agama apapun, tetap saja begitu.

Coba Anda pikir: apa sih bedanya antara Lenin, Hitler, Amangkurat I, dan Abu Bakar al-Baghdadi (komandan ISIS), Osama bin Laden, (Al-Qaidah) atau Mullah Muhammad Omar (pendiri Taliban) misalnya? Atau kalau Anda pusing dengan nama-nama ini, saya kasih pertanyaan simpel saja deh: apa bedanya antara Pizza Hut, Fitsa Hats, atau Bibza Hats? Atau "Kentucky Fried Chicken" dengan "Kentuki Prettt Ciken" he he

Karena tidak ada "juklak" dan "juknis" tentang sistem politik-pemerintahan dalam Islam dan Al-Qur'an itulah kenapa negara-negara yang mayoritas Muslim dewasa ini menggunakan sistem politik-pemerintahan yang berbeda-beda: ada yang menggunakan sistem "monarkhi Islam", "Republik Islam", demokrasi, demokrasi semi-liberal, dlsb. Bentuk sistem "monarkhi Islam" pun bermacam-macam: ada yang menggunakan sistem kerajaan (mamlakah), keamiran, kesultanan, atau kekhalifahan. Ada yang monarkhi absolut, ada yang monarkhi konstitusional, dlsb.

Negara yang menggunakan sistem monarkhi Islam ini seperti Saudi, UEA, Brunei, Qatar, Oman, Maroko, Malaysia, Bahrain, Yordania, dan Kuwait. Yang menggunakan nama Republik Islam misalnya Iran, Pakistan, Afganistan, dan Mauritania. Selebihnya, banyak negara-negara berbasis Muslim yang memakai sistem "Republik sekuler". Libia dulu pakai sistem Sosialisme.

Lalu, sejak kapan ide tentang konsep "Negara Islam" itu muncul dan dalam konteks apa gagasan tentang "Negara Islam" itu lahir? Bersambung aja deh capek ngetik terus... ke Konsep "Negara Islam" itu Sekuler (2)

0 komentar: